Hampir satu dekade tidak mengunjungi Amerika bisa membuat astonishing, heran atau kagum atas perkembangan atau kemajuan yang terjadi. Sebaliknya, walau waktu sudah berganti millenium,sifat universal manusia dibelahan dunia manapun nampaknya tidak banyak berubah. Itulah yang saya rasakan setelah ke sana lagi 9 tahun paska krisis ekonomi. Baru dimusim dingin 2007 kesempatan itu datang lagi setelah kedua anak saya, Monang dan Pahala patungan merogoh kantong untuk trip kali ini, untuk membahagiakan papinya.
Kekaguman pertama terjadi waktu mengisi applikasi visa ke kedutaan Amerika lewat internet, down load formulir, mengisi dan langsung diemail untuk mendapatkan nomor pendaftaran dan tanggal wawancara. Beberapa tahun silam, pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir secara manual.
Pada hari menginjakkan kaki di kota La Habra, Orange county, California Selatan saya cukup kaget menemui empat buah Laptop bagi empat penghuni rumah, termasuk satu Laptop untuk multi media Gereja. Beruntung, saya bebas memakai Laptop Gereja sehingga bisa ikut ikutan on line tiap hari, kecuali hari minggu siang.
Dalam situasi demikian maka setiap orang tidak pernah bisa lepas dari komputer, baik di rumah, di kantor, diperpustakaan atau di tempat pelayanan umum lainnya.
Toko Buku Borders
Astonishing, kekaguman ini kemudian berlanjut pada waktu belanja di Supermarket dan Toko Buku. Tergoda juga mencoba proses applikasi pekerjaan di Komputer khusus di Supermarket dan di Toko Buku besar itu. Saya mencoba mengisi applikasi di Toko Buku Border dan di Supermarket TARGET di Harbour Street. Tidak ada yang melayani, komputer langsung turn on, isi form dan menjawab banyak pertanyaan yang. sulit Walau pertanyaan tidak termasuk mudah, saya dapat menyelesaikannya dalam waktu hampir satu jam, sampai mentok di dua pertanyaan yang tidak mungkin dijawab sembarangan. Karena nanti pada waktu wawancara, pasti akan ketahuan juga.
Pertanyaan itu adalah mengenai tempat dan nomor telpon Perusahaan/Lembaga terakhir bekerja. Saya masukkan nomor telpon Jakarta, ditolak. Baru setelah memasukkan nomor telpon BRI Cabang New York, baru proses bisa berlanjut. Pertanyaan yang paling sulit adalah :"Apakah legal bekerja di State?". Saya memang punya Social security (SS) yang lama,dengan catatan di balik SS tsb. dilarang bekerja. Mau diisi No.SS lama pasti applikasinya ditolak, karena pakai nomor SS yang kedaluwarsa.
Orange county Library
Lanjutan kekaguman itu belum juga usai. Pada waktu memanfaatkan fasilitas di Perpustakaan Umum Cabang La Habra. Kalau boleh pinjam istilah "take advantage", karena sebagai warga asing saya bebas memanfaatkan semua fasilitas di perpustakaan itu, for free, seperti halnya warga Amerika. Saya sudah menjadi member dengan KTP/ID penduduk California, yang sudah saya dapat sejak puluhan tahun dan baru saja saya perbaharui. Juga tanpa bayar.
Pinjam buku untuk 2 minggu dan dapat diperpanjang langsung ke counter atau lewat email. Jika buku yang kita cari tidak ada di Cabang setempat, mereka akan mencarinya ke Cabang lain dan kita akan diberitahu via email jika bukunya sudah datang.
Fasilitas komputer di perpustakaan itu seperti di warnet saja,ada belasan unit, termasuk hot spot, juga tidak dipungut bayaran. Benar benar warganya dimanja oleh Pemerintah. Bandingkan dengan internet di Perpustakaan Nasional di Salemba, Jakarta, yang sangat memprihatinkan.
Demikian halnya, memanfaatkan printer dan mesin foto copy, kita betul betul independen, mengoperasikan sendiri tanpa ada pegawai yang memberi petunjuk atau melayani. Pegawai perpustakaan hanya memberi petunjuk lisan sekedarnya, seolah olah saya dianggap sudah mengerti, seperti layaknya warga lainnya. Mungkin dikira saya adalah salah satu warga Asian American lainnya.
Sayapun berlagak sok tahu saja. Ternyata ada lima langkah yang harus ditempuh sebelum bisa mengoperasikan komputer untuk internet. Pada mulanya saya mengalami kesulitan dan butuh dua kali bolak balik ke meja pegawai perpustakaan untuk bertanya. Step pertama adalah next available. Step berikutnya nomor member, password lalu grup komputer (unuk anak, dewasa atau mana saja). Step terakhir adalah nomor komputer yang available (kosong). Jika semua komputer sedang dipakai, maka ada pesan, diminta menunggu 15 ,20 menit sampai satu jam, sampai ada yang lowong.
Kesulitan yang menggelikan juga muncul ketika mengoperasikan mesin foto copy.Tapi saya tidak merasa malu karena orang lain cuwek, tidak ada yang mempedulikan. Jika di Indonesia biasanya tinggal minta bantuan operator. Saya terpaksa pakai mesin foto copy karena printer hanya menyediakan 6 lembar maximum, for free. Lebih dari itu, mesti bayar dengan biaya yang lebih mahal dibanding biaya fotocopy.
Beberapa koin terpaksa direlakan ditelan oleh mesin karena salah operasi, seperti cetakan miring, kurang ke kiri/kanan atau kurang besar. Mau bertanya terus malu juga. Tetapi beberapa kali salah, pada akhirnya berhasil juga. Rupanya bukan saya saja yang kesulitan, Warga setempat malah pernah bertanya ke saya bagaimana mengoperasikan printer. Dengan senang hati saya pun menolong, pada hal baru tahu beberapa hari sebelumnya.
Memanfaatkan fasilitas perpustakaan ini buat saya astonishing, mengagumkan, sangat menyenangkan. Walau banyak anak anak sekolah yang belajar, pakai komputer, pinjam buku dll, tetapi tidak berisik. Jika ada suara sedikit mengganggu, pegawai perpustakaan akan mengingatkan anaknya, orangtua atau pendampingnya.
Kenyamanan lain yang cukup mengagumkan adalah tersedianya hotspot atau WIFI di Toko Toko Buku besar, Restoran, Perpustakaan dan tempat umum lainnya. Gratis pula. Hanya dengan memesan secangkir kopi $.2-4 bisa duduk selama toko buka. Buku atau majallah tinggal ambil dari rak rak buku dan dibawa ke meja cafe. Habis baca, tidak wajib mengembalikannya ke rak. Nanti pegawai Toko buku atau pegawai cafe akan mengumpulkannya kembali. Dan, buku/majallah yang dibaca itu tidak perlu bayar sewa, cukup dengan secangkir kopi dengan atau tanpa kue.
Sifat manusia yang universal.
Seperti saya jelaskan pada awal tulisan ini, bahwa ada satu hal yang membuat hati saya tertegun dan tersentuh ialah bahwa warga Amerika yang terkenal individualistis, egois, free, cuek, ternyata sama dengan kita, terutama dalam hubungan kasih mengasihi dalam keluarga, terhadap istri, suami, anak, orang tua, orang yang sedang berpacaran dan antar saudara.
Hal ini saya ketahui ketika secara kebetulan saya mencari stasiun Radio dan lagu lagu lembut pengantar tidur. Setelah mencoba beberapa gelombang, akhirnya berhenti dia angka 130,5 Los Angeles coast dengan penyiar favorit pendengar bernama Karen, termasuk favorit saya. Suaranya lembut, memberi komentar yang membangun hubungan atau memberi simpati kepada yang sedih dan memberi pertanyaan yang menyentuh.
Sebenarnya acaranya hampir sama saja dengan Suara pendengar di Indonesia. Tetapi Radio LA coast ini ada nuansa khas sehingga bisa merambah Negara Negara bagian di luar California. Dia khas mengalunkan lagu lagu slow, melancholis, baik lagu lama maupun lagu baru. Hampir semua bernuansa kasih dan cinta. Kadang pendengar berbicara serak sedih, bahkan sampai menangis. Masih saya ingat seorang Ayah menangisi anaknya yang berulang tahun hari itu, tetapi sang anak gugur telah gugur di medan pertempuran di Irak.
Begitu juga dengan para suami yang begitu mencintai isterinya, diuangkapkan dengan terbuka. Aneh mungkin, justru sang suami atau gender pria yang lebih sering minta maaf atau mengambil hati pujaan hatinya atau istrinya yang lebih banyak dibandingkan dengan kaum hawa. Demikian juga dengan kedekatan hubungan anak (pria/wanita) dengan Ibunya, begitu rasa terima kasih mereka terhadap wanita yang melahirkan dan membesarkannya.
Begitu indahnya hubungan kasih, cinta dan kehidupan warga Amerika, yang sebelumnya mindset saya telah memberi nilai negatif. Setelah mengalami sendiri, mendengar dan berjumpa, ternyata sifat manusia itu universal, tanpa mengenal ras, agama dan tapal batas Negara.
No comments:
Post a Comment