Sunday, April 17, 2022

BANGGA JADI KAGAMA

Masuk ke Univ Gajah Mada itu tidaklah mudah sejak zaman old. Ketika mendaftar saja doeloe nilai ijazah SMEA itu minimum 7 (tujuh), belum lagi harus lulus test. Mana saya berdua teman dari pelosok SUMUT, kota Padangsidempuan. Tapi kwalitas sekolah ndeso itu bisa diterima dengan Nomor mahasiswa 3908E (Masih kelingan he he he).
Zaman now juga masuk GAMA itu seperti Gajah masuk lubang jarum. Oleh karena itu bangga jadi KAGAMA. Setelah bekerja di zaman Orde baru, penerimaan PNS tutup, terpaksa jadi kuli di fabrik karet dikota kecil, Rantau Prapat, SUMUT. Walau jurusan Uang dan Bank lulusan FE ini mampu juga memimpin fabrik karet untuk ekspor diusia sangat muda.
Karena teman - teman pada masuk PNS, saya resign dan lari ke Ibukota dan nganggur sementara sebelum diterima di Bank BUMN. Nasib jadi wong ndeso, dipindah pindah terus dari Jabar, Jateng, NTT, Timtim, Jateng lagi, Jatim sebelum mentok di Kantor Pusat, Jakarta.
Niat mau masukkan 4 anak di GAMA, gagal total karena tugas yang bolak balik pindah kota. Ya sudah 3 anak dikirim SMA ke kampungnya Obama. Ya wes sambil sekolah ya nyambi kerja sembarangan, sedang yang satu kuliah di Kedokteran Swasta di Jakarta.
Kebanggaan saya juga adalah ketemu teman ketika saya kerja di fabrik karet di Jambi, dia Dekan Fak. Ekonomi Universitas Jambi (UNJA). Kemudian bisa menemui pak Sahrir Sabirin, Gubernur Bank Indonesia dan juga teman se kost, sebelah kamar, pak Sofyan Efendy, rektor GAMA.
Giliran cucu - cucu tahun lalu mau masuk Perguruan Tinggi. Sebelumnya, saya bawa jalan dulu ke Bulaksumur, agar mereka mau ngikuti mbahnya karena bangga jadi kagama. Nasib berkata lain, mereka gagal test dan harus rela masuk jurusan Tehnik Industri di Atmajaya dan Pelita Harapan Jakarta.
Ini foto ketika mendaftar thn 962, ketika bersama 5 cucu di Bulaksumur dan zaman now bersama 2 putri dan cucu dari perkawinan dengan mantan siswa SMP Stella Duce, Yogjakarta.



No comments: