Monday, June 28, 2021

BERNASIB BAIK

#SINEKADDARISIBOLGA

Untuk pertama sekali menginjak Medan tidak merasa capek, 400 km naik bus Sibualbuali dari Padangsidempuan. Seperti rusa masuk kampung, heran kotanya ramai sekali. Karena tidak punya kenalan, terpaksa menginap di losmen sekitar stasiun Kereta api, sambil menanti jadwal kapal beberapa hari lamanya. Untuk itu perlu berhemat karena duit tidak banyak.
Setelah diombang ambingkan gelombang tiga hari dua malam turun kapal menginjak Tanjung Priok, bingung bagaimana caranya ke Jakarta. Belum tahu Tanjungpriok itu adalah Jakarta. Eh...bernasib baik, malaikat datang, seorang pengemudi di parkiran dengan logat Jawa menawarkan naik sedan Italy, Fiat 125 mengkilap. Bertanya dalam hati, apakah orang ini baik ya?

Kemudian sampailah dipusat kota. Mata terbelalak disambut patung Selamat datang di Bundaran Hotel Indonesia. Tidak terbayang, kedua murid kota pedalaman Padangsidempuan itu bernasib baik karena dititipkan tidur di hotel dimana temannya bekerja di jalan Sabang.
Esok paginya kami naik beca ke stasiun kereta Gambir. Penumpang penuh sesak seperti ikan sarden. WC yang bau amis juga diisi, sedang yang lain ada yang berdiri sepanjang jalan kenangan. Untung kedua sahabat itu dapat tempat duduk.
Dengan nilai ijazah rata rata diatas tujuh , (sekarang setara B), syarat minimum mendaftar dari SMEAN. Ternyata, oh ternyata guru - guru kami di kota kecil Padangsidempuan jago juga. Dua muridnya bernasib baik, lolos dari lobang jarum. Wong karena bapake juragan karet dipilihlah fakultas ekonomi.
Nasibnya juragan, dagangan bisa rugi dan kiriman belanja tidak jarang telat. Untung ada teman saling tolong...or bukan hal tabu terpaksa jual baju, buku bekas dan gadai sepeda. Si Hasibuan teman yang baik hati itu tetap taat lima waktu. Sedang anak Sibolga hanya sekali seminggu ke gereja. Toleransi yang manis masa itu.
Dua jempol untuk anak Barumun itu rajin belajar, tidak mau pacaran, setia dng pacar SMPnya. Sedang anak Sibolga itu mendekati adik kelasnya, penyanyi seriosa. Suatu waktu berdua pergi ke Solo. Putri Solo itu kasih alamat rumahnya di Jl. Supit urang. Tidak taunya jalan itu adalah complex kesultanan Pakubuwono VIII. He he kasta yang jomplang, sayang hanya dipandang sebelah mata. Kami pulang merasa gumun sendiri.
Dengan sepeda bututnya kedua alumni Padangsidempuan itu diwisuda setelah enam tahun. Anak Barumun menepati janjinya mempersunting buah hatinya, teman SMPnya. Kedua sahabat itu berpelukan menangis, berpisah setelah bersama delapan tahun.
Sementara itu, si nekad dari Sibolga ketemu jodoh mahasiwi akademi bank, anak pemilik bengkel di Talangbanjar, Jambi. Kemudian penganten muda itu dihadiahi jadi factory manager di Rantau Prapat, Sumut. Disanalah dua anak lahir.
Sejak baby Monang berusia tiga bulan, pasangan muda itu nekad resign walau gaji gede, dapat fasilitas rumah, mobil dan makan gratis dari dapur fabrik. Mengapa nekad, ialah karena banyak iklan bank mencari managemen trainee.
Berlayar dari Belawan dengan kapal barang kecil dan tiba di Jakarta.... menganggur.
Pertanyaan, anak istri mau dikasih makan apa?
Bersambung ....




Like
Comment

No comments: