"Tidak usah lanjut sekolah, bantu dagang saja." Begitu bapak bilang ketika saya mau lanjut sekolah ke SMEAN di Padang Sidempuan, ibu kota kabupaten tetangga.
"Saya mau sekolah pak."
Saya terpengaruh oleh anak - anak pemilik rumah kos, toko sepatu besar, satu marga, dimana semua anaknya sekolah di Ibukota. Dua kakak tidak ada yg mau antar mendaftar ke SMEA, 88 km jauhnya. Era doeloe perlu satu hari naik bus dan harus bermalam. Memang sifatnya remaja nekad, usia, 15 thn pergi sendiri naik bus mendaftar pakai celana pendek, dan menginap di Losmen.
Sambil menunggu mulai sekolah, walau anak tunggal, saya sering membantu bapak beli karet ke kampung pada hari pasar. Juga menjadi kernek mobil sendiri angkut barang dan orang.Walau anak laki tunggal tidak takut perang, karena saat itu terjadi perang separatis PRRI, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia di Sumut dan Sumbar.
Di kota Salak, Padangsidempuan remaja nekad itu satu kos dengan teman satu klas, juga anak pedagang karet dari Barumun. Walau anak pedagang, kedua teman itu tidak malas, tetap rajin belajar.
Karena anak Barumun itu agak tinggi, dia cepat punya pacar, teman SMP, pacar setia sampai nikah. Sedang remaja nekad dari Sibolga ini tidak terpengaruh, hanya berteman dengan putri pak haji. Masa itu piknik naik sepeda bagus impor, merek Fonger buatan Belanda, bonceng di depan. Tapi tidak lama karena bapaknya, pak haji marah.
Tiap sore kedua sahabat itu mandi di kali besar, memakai sarung. Sedang si nekad dari Sibolga itu tidak pakai peci. Usai mandi, dengan sabar menunggu sahabatnya sembahyang maghrib di pinggir sungai. .
Walau di ibu kota Kab Tapanuli Selatan itu ada Pakliknya, si nekad memilih kos agar bisa belajar bersama.Namun sesekali si nekad itu sering bantu Pakliknya jualan pecah belah di pinggir jalan dibawah terik matahari.
Karena rajin belajar bersama, kedua anak pedagang karet itu berniat akan kuliah ke Jawa, UI atau GAMA, karena hanya itu yg diketahui kedua anak ndeso itu. Karena niat mau ke Jawa kedua remaja itu belajar berlomba. Ehh betul saja lulus SMEA dengan nilai diatas 7 rata -rata. Persoalan muncul ketika remaja nekad itu minta ijin ortu. Diuangi lagi kata bapaknya sebelumnya,"Bantu saya saja, gaji pegawai negeri sebulan, bisa kita dapat sekali pasar," katanya.
Tetapi karena termotivasi lingkungan, anak pemilik kos yang sekolah di Jakarta, dan niat berdua sahabat, dia bertekad merantau ke Jawa
"Mati rindu nanti saya," kata sang ibu. Karena si remaja nekad anak ini merupakan laki tunggal disamping lima kakak - adik perempuan.
Bus yg membawa mereka ke Medan beringsut perlahan, terdengar suara meraung si ibu. Lambaian tangan hilang di tikungan.
Bersambung...
No comments:
Post a Comment