Tuesday, March 1, 2011

REMBULAN MEMERAH



Oleh Dewi Linggasari


P E R B U R U A N
--kali ini, aku satwa liar yang diburu kematian 
pada letusan peluru senjata berlaras panjang, 
pun rimba belantara adalah kediaman 
tanpa peta dan kesaksian, 
gelegar suara meremukkan hening yang gugur berserakan mengejutkan semak belukar.
dedaunan tersengal, darah mengucur dari rasa sakit, 
menggores syair maut memutlakkan rasa takut --
kali ini : aku satwa liar 
yang pernah mengeja napas pemburu 
dan mengendus pembebasan bagi kehidupan 
kuterkam bayangku 
kala moncong senapan membeku menatapku,
angin berlari memanggil kabut 
yang segera terbaring menghapus jejak kakiku, 
aku menghilang pada tirai semesta 
ketika sang pemuru meragu, 
terkulai di gerbang waktu, 
Agats - Asmat, 3 Februari 2011


P E L U R U :
die --apa sebenarnya yang telah berlaku 
kala panas peluru menggali kolam berdarah tepat di dadamu?
cinta teriris dari buah si mala kama 
menyuratkan takdirmu pada maut nan dasyat bersandiwara 
dari bayang wewenang sang maha sutradara, 
tersisa kini seraut wajah jelita, 
megah terpajang kehilangan sukma --
kalaulah dapat engkau tinggalkan sebaris kata 
dari balik beku dinding keranda, 
sekalian saksi ketakutan berlari, 
pun keadilan gemetar berpamit pergi :
adalah si kecil yang mesti berpasrah menebus tragedi, 
kebebasan hanya berlaku bagi pedagang 
yang lihai mengobral kekayaan, 
ceritamu bagai gugur hujan di tengah kemarau panjang, 
musnah dilahap tanah gersang,
Agats - Asmat, 5 Februari 201

S E R D A D U 
--langit merah darah, melesat sudah seribu anak panah, 
adakah pilihan bagi seorang serdadu 
kecuali membunuh atau dibunuh?
lolongan gagak hitam meraung di kejauhan 
memburu jemazah yang rebah bergelimpangan :
sesungguhnya hatiku adalah secuil kisah, 
rapuh melepuh pada panas bara,
luluh dilindas prahara 
--langit merah tembaga, kuhunus kelewang, 
kutikamkan pada musuh kebenaran.
badai berpusing bergemuruh 
meluruhkan daun daun kering : 
sejatinya hatiku kini sebongkah batu, 
tiada maaf bagi bilah pedang 
yang berniat menebas batang leher memenggal keyakinan,
Agats - Asmat, 12 Februari 2011


PERANG KEMBANG 
--aku terkapar pada hantaman permulaan, 
luka memar mencekik pernapasan,
mataku nanar, riuh suara dendam menggelegar, 
tak ada kata terucap kecuali lolongan :
adakah lelaku hidup mesti dibuka dengan kesakitan? 
aku terjerembab pada hujaman mata pedang, 
darah tercerai mewarnai anak sungai, diam 
--berarti menjemput kematian-- 
kulecut cambuk di ujung pengharapan, 
kekuatan lawan menyerang adalah keyakinan diri untuk menang, 
aku masih tersungkur, 
harus menunggu raungan tambur pada pecah perang pungkasan, 
esok bukanlah daun kerontang yang luluh berserakan! 
Agats - Asmat, 16 Februari 2011


M A G M A 
--aku menggelegak pada panas tiada terkira 
di kedalaman hati yang gemetar tak terpetakan, 
kerinduan bagai awan yang terbang merangkul langit menembus maya 
jarak yang tersendat dan tak tereja, 
andai keinginan dapat berdebur melakui buih kata kata : 
jejak langkah menuju pada satu titik temu,
tapi kini diam membatu --
aku mendidìh pada rongga tersembunyi 
bagai cita cita yang terkubur untuk menyembur dari kepundan gunung 
atau terlupakan kemudian hancur, 
yang membara di relung jiwa 
kian meronta tersulut panas abadi nan terkubur dan tak akan mati, 
bilakah datang suatu waktu bagi kedua kemungkinan itu?
Agats - Asmat, 26 Februari 2011


REMBULAN MERAH : 
bagaimana sejujurnya engkau terjemahkan cinta?
tajam lidahnya berkilat menjadi sangkur yang tiba tiba kalap menggali kubur, 
membatukan tubuh mati, diam tersungkur 
--rembulan pun tersayat meneteskan darah, 
kurindu kata katamu, tapi yang terucap hanya palsu, 
kelabu sajak yang engkau tudingkan bak bilah pedang tepat di antara kedua mataku di malam itu, 
ketika terucap kebencian dalam ujud paling mengerikan : aku dan kamu, 
berakhir di batas perceraian waktu, 
ketika tanganmu bersitegang membelah langit dalam dentum amarah --rembulan pun merah,
Agats - Asmat, 28 Februari 2011

No comments: