"Pusat...pusat...disini Monang1, Monang1...ganti", begitu suara Radio memanggil manggil disuatu rembang pagi yang dingin. Sampai tiga kali suara Radio diruang kantor di lantai 1 tidak berhenti memanggil. Dengan gerak malas, selimut saya pinggirkan, lari lari kecil turun tangga dan langsung menekan tombol on, mulut didekatkan ke handle dan memanggil:"Monang1...Monang1...disini pusat....ada apa, ganti",begitu tanggapan saya dengan nada agak jengkel, dibanguni dipagi buta itu. Suara Frisco diseberang sana, diatas alat berat di Pelabuhan Tanjungpriok, menjawab:"Pusat...Pusat...Monang1 kecelakaan....Monang1 kecelakaan, ganti", jawabnya dengan suara tergesa gesa.
Setelah dijelaskan kejadiannya secara rinci, tanpa mandi saya dan isteri langsung tancap gas Kijang warna merah, menuju Unit Terminal Petikemas I (UTPK.I), Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah Tanjungpriok memang bukan lokasi penangkaran buaya, tetapi lingkungan itu dikenal sangar sejak zaman Balanda dahulu.
Dengan hanya mengangkat tangan kami lewati gerbang ke restricted area khusus itu. Setelah menyaksikan Container yang jungkir balik dan Alat Stacker berlengan panjang itu, kami diminta menuju Gedung Pelindo II, kantor Penguasa Pelabuhan itu.Dalam udara dingin pagi itu terasa panas hati dan kepala memikirkan risiko yang akan dibebankan ke pundak kami. Disana sudah menunggu pengawas operasi in duty dengan bicara serius dengan menjelaskan tanggung jawab kami, yang dinyatakan bersalah mengoperasikan alat. Tangan keringat dingin memegang pulpen untuk menandatangani Berita Acara.
Dengan kasus kecelakaan tsb. maka perusahaan akan menanggung biaya kerusakan 9 (sembilan) unit Container yang rusak dan urung masuk kapal untuk tujuan export ke Hong Kong. Kedua unit Reach Stacker milik kami terpaksa beroperasi walau tepat di Hari raya Idulfitri dengan operator pengganti, karena operator asli sedang cuti mudik ke Jawa Barat. Sdr.Frisco, operator sementara yang belum berpengalaman dari ruang kemudi mengendalikan lengan panjang Stacker ingin mengambil satu unit Container dari tier (tingkat) 5, tetapi satu dari empat lock yang ada diempat pojok Container tidak tepat masuknya, belum locked....dan braaakkk... Container jatuh dari ketinggian Tier 5 menimpa Container ditumpukan ke empat, menimpa Container di tingkat tiga hingga jatuh merobek Container paling bawah.
Sembilan Container yang urung ekspor itu, rusak (ringan sampai berat) dan nampak berisi tekstil yang akan dimuat ke kapal Lexior yang lego jangkar di dermaga UTPK I. Setelah surveyor resmi turun ke lapangan, menilai kerusakan Container dan isinya, maka ditetapkanlah kerugian sebesar US.$.45.000,- (setara dengan Rp. 450 juta). Jika dibandingkan dengan penghasilan kotor 2 unit Stacker per bulan hanya Rp. 100 juta, maka kami harus kerja rodi selama 5 bulan untuk bisa mendapatkan uang sebesar itu. Masih beruntung tidak di black list, dilarang beroperasi di Pelabuhan Tanjungpriok. Belum lagi harus angsur kredit Leasing Rp. 75 juta per bulan,ditambah biaya operasional dan biaya pegawai.Ada perasaan kecewa meninggalkan ruang kerja ber AC,leher diikat dasi sepanjang hari, sekarang pakai jeans dan sepatu kets dan harus
berfikir ekstra keras menyelesaikan kecelakaan ini.
Oleh sebab itu, hidup harus SMART jangan stres dan mengambil keputusan sedang emosi tinggi, memecat operator atau menuntutnya ke Pengadilan. Tidak ada nilai tambahnya.
Bekerja didaerah keras Tanjungpriok, yang banyak buaya daratnya, wajib hati hati jangan sampai dilibas ekornya dan dimangsa.
Karena sedang bingung, kamipun menyambangi Kantor pengacara Habonaran Situmeang SH, dibilangan Jatinegara, Jakarta Timur. Dulu, ketika Kantor law firm ini dibuka secara resmi, saya yang berstatus sebagai Ompung (Kakek), didaulat untuk membuka selubung papan nama Kantor pengacara ini.
Setelah kami ceritakan secara runtut kasus kecelakaan hingga tuntutan ganti rugi dari sebuah fabrik joint venture Korea di Tangerang, Bonaran SH tiba tiba berkata :"Ompung , perusahaan itu client saya", katanya dengan ketawa ceria. Karena prihatin melihat wajah kami yang tertekuk sejak datang, tanpa kami minta dia melanjutkan :" Besok saya kesana Ompung", katanya dengan PD. Muka yang tadinya tertekuk itu mulai senyum kecut, harap harap cemas. Benar saja, besok sorenya, setelah menemui pemilik fabrik, Bonaran menelpon dan berkata :"Ompung, mereka tidak nuntut ganti rugi ke Pelayaran", katanya.
Difihak lain, perusahaan pelayaran itu, PT.Tresna Muda mengirim surat claim ganti rugi kepada kami melalui PT.Pelindo II, BUMN pengelola pelabuhan itu. Ini mah benar benar Buaya darat yang mau menerkam siapa saja yang lengah dan dungu. Pemilik barang sendiri sudah mendapat ganti rugi dari Asuransi, sedang perusahaan Pelayaran masih menuntut lagi pembayaran ganti rugi dari kami.
Dengan tenang dan teliti, seperti kebiasaan saya sebagai Bankir senior, bekerja di Bank BRI 2 dekade, saya membaca semua dokumen claim sampai rinci. Ditengah tebalnya dokumen itu, saya memukan nama sebuah Asuransi. Tangan saya gatal saja langsung menelpon seseorang dengan berkata :"Pak apa betul Asuransi ini yang mencover ekspor barang untuk kapal Lexios", kata saya dengan sangat sopan, mengingat pepatah jika meminta tangan harus dibawah. "Betul pak, kami sudah membayar claim pemilik barang", suara seseorang diujung telpon, yang belum pernah kami kenal. Zaman gini masih ada orang yang suka menolong orang yang kesulitan, walau tidak kenal ? Alhamdulillah, Praise the Lord.
Setelah nomor seri Container kami bacakan satu persatu untuk memastikan akurasi Container yang urung berangkat, maka sebelum mengakhiri pembicaraan, saya berkata:"Pak boleh kami minta tolong bukti transfer pembayaran claim di fax", pinta saya dengan harap harap cemas. Diluar dugaan, tanpa menunggu, langsung dijawab:"Oh Boleh pak", katanya setelah mencatat nomor fax kami. Hanya lima menit mesin fax berdering dan mengeluarkan selembar copy transfer Bank .
Hasil ketelitian dan lebih mengandalkan logika ketimbang emosi, hasilnya diluar perkiraan. Langsung saya berteriak:"Mami...mami", kata saya memanggil isteri saya di lantai dua. Dia masih berjalan ditangga mau turun, saya menambahkan :"Ini fax bukti ganti rugi asuransi", kata saya mengibarkan fax yang masih hangat, dengan senyum lebar. Langsung saya membuat draft surat balasan kepada PT.Pelindo II dan Pelayaran dengan lampiran copy transfer Bank, yang isinya, keberatan membayar tuntutan ganti rugi.
Pada akhirnya, kami hanya membayar Rp. 5 juta untuk mengganti 1 unit Container yang sobek menganga lebar. Itupun, kalau mau boleh membawa pulang.
Hasil ketelitian, lebih mengandalkan logika daripada emosi, tenang, hasilnya diluar dugaan, terhindar dari terkaman Buaya darat.
Setelah dijelaskan kejadiannya secara rinci, tanpa mandi saya dan isteri langsung tancap gas Kijang warna merah, menuju Unit Terminal Petikemas I (UTPK.I), Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah Tanjungpriok memang bukan lokasi penangkaran buaya, tetapi lingkungan itu dikenal sangar sejak zaman Balanda dahulu.
Dengan hanya mengangkat tangan kami lewati gerbang ke restricted area khusus itu. Setelah menyaksikan Container yang jungkir balik dan Alat Stacker berlengan panjang itu, kami diminta menuju Gedung Pelindo II, kantor Penguasa Pelabuhan itu.Dalam udara dingin pagi itu terasa panas hati dan kepala memikirkan risiko yang akan dibebankan ke pundak kami. Disana sudah menunggu pengawas operasi in duty dengan bicara serius dengan menjelaskan tanggung jawab kami, yang dinyatakan bersalah mengoperasikan alat. Tangan keringat dingin memegang pulpen untuk menandatangani Berita Acara.
Dengan kasus kecelakaan tsb. maka perusahaan akan menanggung biaya kerusakan 9 (sembilan) unit Container yang rusak dan urung masuk kapal untuk tujuan export ke Hong Kong. Kedua unit Reach Stacker milik kami terpaksa beroperasi walau tepat di Hari raya Idulfitri dengan operator pengganti, karena operator asli sedang cuti mudik ke Jawa Barat. Sdr.Frisco, operator sementara yang belum berpengalaman dari ruang kemudi mengendalikan lengan panjang Stacker ingin mengambil satu unit Container dari tier (tingkat) 5, tetapi satu dari empat lock yang ada diempat pojok Container tidak tepat masuknya, belum locked....dan braaakkk... Container jatuh dari ketinggian Tier 5 menimpa Container ditumpukan ke empat, menimpa Container di tingkat tiga hingga jatuh merobek Container paling bawah.
Sembilan Container yang urung ekspor itu, rusak (ringan sampai berat) dan nampak berisi tekstil yang akan dimuat ke kapal Lexior yang lego jangkar di dermaga UTPK I. Setelah surveyor resmi turun ke lapangan, menilai kerusakan Container dan isinya, maka ditetapkanlah kerugian sebesar US.$.45.000,- (setara dengan Rp. 450 juta). Jika dibandingkan dengan penghasilan kotor 2 unit Stacker per bulan hanya Rp. 100 juta, maka kami harus kerja rodi selama 5 bulan untuk bisa mendapatkan uang sebesar itu. Masih beruntung tidak di black list, dilarang beroperasi di Pelabuhan Tanjungpriok. Belum lagi harus angsur kredit Leasing Rp. 75 juta per bulan,ditambah biaya operasional dan biaya pegawai.Ada perasaan kecewa meninggalkan ruang kerja ber AC,leher diikat dasi sepanjang hari, sekarang pakai jeans dan sepatu kets dan harus
berfikir ekstra keras menyelesaikan kecelakaan ini.
Oleh sebab itu, hidup harus SMART jangan stres dan mengambil keputusan sedang emosi tinggi, memecat operator atau menuntutnya ke Pengadilan. Tidak ada nilai tambahnya.
Bekerja didaerah keras Tanjungpriok, yang banyak buaya daratnya, wajib hati hati jangan sampai dilibas ekornya dan dimangsa.
Karena sedang bingung, kamipun menyambangi Kantor pengacara Habonaran Situmeang SH, dibilangan Jatinegara, Jakarta Timur. Dulu, ketika Kantor law firm ini dibuka secara resmi, saya yang berstatus sebagai Ompung (Kakek), didaulat untuk membuka selubung papan nama Kantor pengacara ini.
Setelah kami ceritakan secara runtut kasus kecelakaan hingga tuntutan ganti rugi dari sebuah fabrik joint venture Korea di Tangerang, Bonaran SH tiba tiba berkata :"Ompung , perusahaan itu client saya", katanya dengan ketawa ceria. Karena prihatin melihat wajah kami yang tertekuk sejak datang, tanpa kami minta dia melanjutkan :" Besok saya kesana Ompung", katanya dengan PD. Muka yang tadinya tertekuk itu mulai senyum kecut, harap harap cemas. Benar saja, besok sorenya, setelah menemui pemilik fabrik, Bonaran menelpon dan berkata :"Ompung, mereka tidak nuntut ganti rugi ke Pelayaran", katanya.
Difihak lain, perusahaan pelayaran itu, PT.Tresna Muda mengirim surat claim ganti rugi kepada kami melalui PT.Pelindo II, BUMN pengelola pelabuhan itu. Ini mah benar benar Buaya darat yang mau menerkam siapa saja yang lengah dan dungu. Pemilik barang sendiri sudah mendapat ganti rugi dari Asuransi, sedang perusahaan Pelayaran masih menuntut lagi pembayaran ganti rugi dari kami.
Dengan tenang dan teliti, seperti kebiasaan saya sebagai Bankir senior, bekerja di Bank BRI 2 dekade, saya membaca semua dokumen claim sampai rinci. Ditengah tebalnya dokumen itu, saya memukan nama sebuah Asuransi. Tangan saya gatal saja langsung menelpon seseorang dengan berkata :"Pak apa betul Asuransi ini yang mencover ekspor barang untuk kapal Lexios", kata saya dengan sangat sopan, mengingat pepatah jika meminta tangan harus dibawah. "Betul pak, kami sudah membayar claim pemilik barang", suara seseorang diujung telpon, yang belum pernah kami kenal. Zaman gini masih ada orang yang suka menolong orang yang kesulitan, walau tidak kenal ? Alhamdulillah, Praise the Lord.
Setelah nomor seri Container kami bacakan satu persatu untuk memastikan akurasi Container yang urung berangkat, maka sebelum mengakhiri pembicaraan, saya berkata:"Pak boleh kami minta tolong bukti transfer pembayaran claim di fax", pinta saya dengan harap harap cemas. Diluar dugaan, tanpa menunggu, langsung dijawab:"Oh Boleh pak", katanya setelah mencatat nomor fax kami. Hanya lima menit mesin fax berdering dan mengeluarkan selembar copy transfer Bank .
Hasil ketelitian dan lebih mengandalkan logika ketimbang emosi, hasilnya diluar perkiraan. Langsung saya berteriak:"Mami...mami", kata saya memanggil isteri saya di lantai dua. Dia masih berjalan ditangga mau turun, saya menambahkan :"Ini fax bukti ganti rugi asuransi", kata saya mengibarkan fax yang masih hangat, dengan senyum lebar. Langsung saya membuat draft surat balasan kepada PT.Pelindo II dan Pelayaran dengan lampiran copy transfer Bank, yang isinya, keberatan membayar tuntutan ganti rugi.
Pada akhirnya, kami hanya membayar Rp. 5 juta untuk mengganti 1 unit Container yang sobek menganga lebar. Itupun, kalau mau boleh membawa pulang.
Hasil ketelitian, lebih mengandalkan logika daripada emosi, tenang, hasilnya diluar dugaan, terhindar dari terkaman Buaya darat.
3 comments:
Ganti rugi USD 45.000? waduh pak...itu bisa bayar 1 bulan gaji karyawan di kantor saya.
Tapi walaupun telah ditimpa musibah bapak cuma byr 5 juta ya. Kata orang kita masih untung kan...
Dan untungnya lagi tidak ada orang yang tertimpa containernya. Kayak di pelabuhan tanjung perak sby. Sampai gepeng lho korbannya. Saya jadi ngeri kalau ingat-ingat itu.
Btw, sekedar informasi, Tresnamuda juga adalah agent pelayaran kantor saya di surabaya.
Good Luck....
Tksh commentnya Ito,
Baru belajar nulis, next time tolong dikomentari
kekurangannya Ito, biar ada peningkatan.
Message saya, kita perlu tenang walau menghadapi musibah. Jangan emosi dan diskusikan dng orang yg lebih ngerti.
Salam, selamat puasa
Saya baca lagi setahun kemudian...
Persis bulan puasa
Rasanya baru terjadi kemarin
Sweet memory
Post a Comment