Bagun pagi dalam keadaan segar, tidak ada masalah dalam kesehatan, patut disyukuri, bisa melakukan kegiatan apa saja tanpa gangguan. Kita baru bisa memaknai arti kesehatan apabila kita menderita penyakit. Saya mengalami nyeri tulang kaki selama tiga tahun dan betapa terganggu dalam aktivitas sehari hari.
Sebetulnya sudah sebelas tahun saya rajin berolah raga secara rutin, 2 - 4 kali semimggu yaitu jalan pagi, naik sepeda, senam jantung dan dua tahun terakhir ini berenang. Dan ternyata rajin olah raga tanpa memperhatikan menu makanan, tetap saja akan menimbulkan masalah, seperti sakit tulang kaki saya. Berat badan 58 kg dengan tinggi yang pas pasan 1,56 cm termasuk kategori overweight, sehingga memberi beban berat pada kaki. Disamping makanan yang seimbang dengan olah raga teratur belum cukup, perlu juga dibantu dengan obat, resep Dokter. Asumsi bahwa olah raga yang teratur dapat menghilangkan semua lemak yang terakumulasi adalah pandangan yang keliru.
Untuk mengobati kaki yang nyeri saya menempuh pengobatan Dokter maupun pengobatan alternatve. Dokter tulang di Rumah Sakit Internasional Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, meminta dirontgen sampai dua kali ditambah dengan MRI. Tentu biayanya tidak murah.Untuk MRI saja Rp. 1,7 juta. Hasilnya disampaikan dengan diplomasi oleh Dokter dengan mengatakan:"Tidak ditemukan kelainan pada tulang kaki" katanya dengan serius, seraya menambahkan:"Gambar MRI Bapak tidak menemukan sesuatu dibagian tubuh yang lain", katanya dengan bangga. Yang mau dianalysa kaki, tapi yang dijelaskan bagian tubuh lain. Dia berdiri sambil menyalami saya waktu keluar dari ruang periksa. Dalam hati saya bergumam :"Wah trik bisnis rumah sakit ini canggih juga". Kenapa dipaksakan harus MRI pada hal rontgent sudah dua kali. Belum lagi serangkain fisioterapi. Beruntung, sebagian biaya pemeriksaan ini di cover Asuransi dengan syarat harus opname semalam.
Sebelum masuk alat MRI rasanya hati deg degan juga. Dengan baju putih ruang steril, pasien harus naik kereta dorong dari lantai 3 ke lift sampai ke ruang MRI dilantai 1.Mata mata pengunjung rasanya menyorot, seolah saya adalah pasien gawat darurat. Perasaan tambah tidak menentu menunggu detik detik masuk kedalam tabung kecil, sedikit lebih besar dari tubuh. Disitu masuk kedalam tabung, rasanya seperti masuk lubang kubur yang gelap. Yang kedengaran hanya suara mesinnya. Satu menit terasa satu jam dengan perasaan cemas, jangan jangan kaki akan dioperasi. Dikeluarkan dari tabung, selesai sudah kekuatiran, jika terjadi sesuatu. Jangan jangan listrik mati.
Oleh karena Dokter tulang lulusan Jerman dan Dokter internist R.S.Mitra Keluarga ini tidak menemukan sebab penyakit, maka saya mencari pengobatan alternative. Pertama ke Sinshe Lee di Jl.Pecenongan Pasarbaru, dibelakang Redtop Hotel, dengan metode chiropatic. Untuk menuju kesana saya tidak naik mobil karena kaki kiri nyeri menekan kopling. Saya naik Busway dan turun di halte Juanda. Dari sana tidak terlalu jauh. Jalan kaki jauh, naik taxy tanggung. Saya coba menyeret kaki menahan nyeri sambil menunggu taksi. Taksi belum ada yang lewat, saya sudah sampai.
Sinshe lulusan Beijing ini memberikan paket ramuan siap minum untuk 4 hari dan harus datang sepuluh kali. Saya hanya datang tiga kali karena biayanya relatif mahal, Rp.350.000 sekali datang, inclusive obat. Ada dua statementnya yang cukup penting, ketika dia berkata :"Kaki Bapak panjang sebelah", katanya. Kaget juga. Seumur hidup, baru pertama kali saya tahu kondisi kaki saya pendek sebelah, entah berapa mili. Statement kedua, dia menyarankan :"Sebaiknya olah raga Bapak jangan yang high impact", katanya. Betul juga, karena kedua kaki yang relatif kecil menopang badan yang overweight.
Saran Sinshe ini sama persis dengan advice Dokter tulang, agar memilih olah raga yang ringan tetapi teratur jadwalnya. Sejak saat itu saya mulai rajin berenang. Walaupun renang tidak keringat, tetapi hampir semua bagian tubuh bergerak, terutama paru paru, yang memompa darah keseluruh penjuru badan. Hanya beberapa bulan berenang 2-3 kali seminggu kaki mulai membaik. Naik tangga ke lantai dua kamar tidur, tidak perlu pegangan railing lagi. Bawa mobil sudah tidak nyeri lagi. Kakipun tidak diseret lagi.
Akhirnya secara teratur saya berenang di Tirta Mas, Kayu Putih, Jakarta Timur. Dari rumah di Kelapa Gading - kolam renang sekitar 8 km p.p, selalu saya tempuh dengan naik sepeda gunung. Saat ini saya sudah mampu renang dengan gaya bebas, mencapai 10 kali bolak balik panjang kolam @ 50 meter atau 1 km. Bahkan bisa keliling kolam renang 4 kali bolak balik tanpa jeda.
Habis dari Sinshe Lee, saya coba juga alternative lain dengan pengobatan urut saraf dan urat kejepit di Klinik Prorevital, Cempaka Putih, yang langsung ditangani oleh ahlinya, Bapak Harjanto. Alternative kedua ini hanya saya coba dua kali karena urat kaki tidak kejepit. Informasi pengobatan kedua alternative ini saya peroleh dari Buku "30 Pengobatan Alternatif" terbitan Majallah Senior.
Sementara itu, seorang teman, Pak Sunanto mengalami nyeri kaki yang mirip. Saya menyarankan untuk mencari pengobatan alternative dan olah raga renang. Karena isterinya seorang Dokter gigi, maka dia diminta agar menjalani operasi, sesuai rekomendasi rekan rekan seprofesinya. Akhirnya, dia menuruti saran keluarga. Dua tahun setelah operasi, hingga saat ini kakinya masih tetap nyeri, bahkan memerlukan operasi lanjutan.
Karena pengalaman pernah sakit nyeri kaki cukup lama, maka saran saya agar kesehatan kaki perlu diperhatikan dengan menjaga keseimbangan olah raga, menu makan dan pengobatan yang sesuai. Jangan terlalu tergantung kepada anjuran Dokter ataupun pengobatan alternative. Cobalah memelihara kaki dengan kebijakan sendiri. Karena kita lebih tahu kondisi tubuh dan kaki kita daripada orang lain.
No comments:
Post a Comment